Jumat, 22 September 2017

MEDIA RELATION

1. MEDIA RELATION

1.1 Pengertian Media Relation

Yosal Iriantara (2005:32) mengartikan media relation merupakan bagian dari public relation eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dengan public untuk mencapai tujuan organisasi.

Kegiatan humas dalam memberikan informasi kepada publik dan menciptakan
hubungan baik dengan perusahaan sehingga tercipta
kepercayaan publik terhadap perusahaan.


1.2 Teori Dalam Media Relation

A.Teori Pengaturan Agenda (Agenda Setting Theory)
Teori pengaturan media menggambarkan kekuatan pengaruh media. Inti dari teori pengaturan media adalah pembentukan kepedulian dan perhatian publik terhadap beberapa isu yang ditampilkan oleh media berita.

B.Teori Sistem Ketergantungan Media (Media Systems Dependency Theory atau Dependency Theory)
Teori ini menyatakan bahwa media bergantung pada konteks sosial dan pertama kali dirumuskan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur (1976). Mereka memandang bahwa bertemunya media dengan khalayak didasarkan atas tiga perspektif, yaitu perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial, dan perspektif hubungan sosial (Rakhmat, 2001 : 203)

C.Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory)
Teori yang diperkenalkan oleh Elisabeth Noelle-Neumann (1974) menggambarkan hubungan efek media terhadap pembentukan opini publik dan pola perilaku demokratis. Frasa “spiral of silence” mengacu pada bagaimana orang-orang yang cenderung untuk tetap diam ketika mereka merasa pandangannya merupakan minoritas. Setiap individu yang melihat opininya sendiri diterima akan mengekspresikannya.

Sementara itu, mereka yang berpikir dirinya sebagai minoritas akan menekan pandangannya. Para innovator dan agen perubahan tidak takut dalam menyuarakan pendapat yang berbeda sebagaimana mereka tidak takut terhadap isolasi.

D.Teori Kesenjangan Pengetahuan (Knowledge Gap Theory)
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Phillip Tichenor, George Donohue, dan Clarice Olien. Teori ini menyatakan bahwa bertambahnya jumlah informasi mengenai suatu topik mengakibatkan bertambahnya pula kesenjangan pengetahuan antara mereka yang mengetahui lebih banyak dan mereka yang mengetahui lebih sedikit.

Teori kesenjangan pengetahuan dapat membantu menjelaskan berbagai penelitian yang menitikberatkan pada opini publik. Kesenjangan pengetahuan dapat menghasilkan bertambahnya kesenjangan antara orang-orang yang memiliki status sosioekonomi yang rendah dan orang-orang yang memiliki startus sosioekonomi yang tinggi.

E.Teori Imperialisme Budaya (Cultural Imperialism Theory)
Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa (1987 : 99 -100), teori ini berasal dari teori sekaligus bukti awal mengenai peran media dalam pembangunan nasional. Teori ini berpandangan bahwa media dapat membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-nilai barat dilakukan dengan mengorbankan nilai-nilai tradisional dan hilangnya keaslian budaya lokal.

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa nilai-nilai yang diperkenalkan itu adalah nilai-nilai kapitalisme dan karenanya proses imperialistis serta dilakukan secara sengaja, atau disadari dan sistematis, yang menempatkan Negara yang sedang berkembang dan lebih kecil di bawah kepentingan kekuasaan kapitalis yang lebih dominan.

F.Teori Studi Kultural Kritis (Critical Cultural Studies Theories)
Teori ini menitikberatkan pada peran sosial media massa dan bagaimana media dapat digunakan untuk mendefinisikan hubungan kekuasaan diantara beragam subkultur dan menjaga status quo. Para ahli meneliti bagaimana media berhubungan dengan berbagai masalah seperti ideologi, ras, kelas sosial, dan gender.

Kemudian,  media tidak hanya dilihat sebagai sebuah refleksi budaya tapi juga sebagai produser budaya mereka sendiri. Penekanannya adalah pada bagaimana struktur sosial dan politik mempengaruhi komunikasi bermedia dan bagaimana dampak hubungan kekuasaan dalam menjaga atau mendukung kekuasaan tersebut dalam masyarakat.

G.Teori Sosial Kognitif (Social Cognitive Theory)
Teori sosial kognitif dibangun pertama kali oleh seorang psikolog Albert Bandura sekitar tahun 1960an.Teori ini menitikberatkan pada bagaimana dan mengapa orang-orang cenderung untuk meniru apa yang dilihat melalui media. Ini adalah teori yang fokus pada kapasitas kita untuk belajar dengan mengalaminya secara langsung.

Proses belajar melalui pengamatan ini bergantung pada sejumlah faktor, yaitu kemampuan subyek untuk memahami dan mengingat apa yang ia lihat, mengidentifikasi karakter bermedia, dan berbagai hal yang membimbing kepada proses pemodelan perilaku. Teori sosial kognitif adalah salah satu teori yang paling sering digunakan untuk meneliti media dan komunikasi massa.

H.Teori Pengembangan (Cultivation Theory)
Teori pengembangan adalah suatu pendekatan yang dibangun oleh Profesor George Gerbner. Ia memulai proyek penelitian mengenai indikator-indikator budaya pada pertengahan tahun 1960an. Penelitian ini untuk mengkaji apakah dan bagaimana menonton televisi dapat mempengaruhi ide atau gagasan pemirsa mengenai dunia.

Berdasarkan pendapat para peneliti, televisi adalah pendongeng utama di dalam masyarakat masa kini. Selain itu, televisi juga telah menjadi sumber utama sosialisasi bagi masyarakat. Televisi juga menampilkan sebuah mainstream atau pandangan yang seragam mengenai dunia saat ini.

Selain itu, terdapat beberapa tema yang secara konsisten diangkat ke layar televisi yaitu kekerasaan, peran gender secara stereotype, dan berbagai macam program virtual lainnya. Semakin sering seseorang menonton televisi maka akan ia akan semakin percaya bahwa bahwa kenyataan yang ada dalam tayangan televisi sama dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan nyata. Karenanya, pemirsa kelas berat akan merasa bahwa dunia tempat ia tinggal adalah tempat yang paling berbahaya.

I.Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)
Teori jarum hipodermik disebut juga dengan Magic Bullet atau Stimulus Response Theory. Menurut teori ini, media massa memiliki dampak yang sifatnya langsung, segera serta kuat terhadap khalayak massa. Teori ini mengasusmsikan bahwa media massa dapat mempengaruhi sebagian besar kelompok orang-orang secara langsung dan seragam dengan cara membombardir mereka dengan pesan-pesan yang sesuai yang dirancang untuk memantik respon yang diinginkan.

J.Teori Dua Tahap (Two Step Flow Theory)
Teori dua tahap diformulasikan oleh Paul F. Lazarfeld dan kawan-kawan berdasarkan hasil survey terhadap pemilih. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa hubungan sosial informal memegang peranan dalam memodifikasi perilaku yang mana masing-masing individu memilah isi media kampanye.

Studi ini juga mengindikasikan bahwa berbagai ide atau gagasan seringkali mengalir dari radio dan surat kabar kepada pemuka pendapat dan dari mereka kemudian disampaikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kelompok sosial informal memiliki beberapa tingkatan dalam mempengaruhi orang-orang dan cara mereka memilah isi media dan bertindak terhadapnya.

K.Teori Penggunaan dan Kepuasan (Uses and Gratification Theory)
Teori ini yang digagas oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch muncul sebagai reaksi terhadap penelitian komunikasi massa tradisional yang menekankan pada pengirim dan pesan. Teori penggunaan dan kepuasaan menekankan pada khalayak yang aktif dalam menggunakan media massa. Yang menjadi poin utama teori penggunan dan kepuasan adalah orientasi psikologis dalam memenuhi kebutuhan, motivasi, dan kepuasan pengguna media massa.

Asumsi teori penggunaan dan kepuasaan adalah menjelaskan penggunaan serta fungsi media bagi individu, kelompok, dan masyarakat secara umum. Terdapat tiga tujuan dalam mengembangkan teori penggunaan dan kepuasan yaitu:

1.Menjelaskan bagaimana masing-masing individu menggunakan komunikasi massa untuk memuaskan kebutuhannya,

2.Menemukan hal-hal yang mendasari motivasi penggunaan media dari masing-masing individu,

3.Mengidentifikasi konsekuensi positif maupun negatif dari penggunaan media oleh masing-masing individu.

Inti dari teori penggunaan dan kepuasan terletak pada asumsi anggota khalayak secara aktif mencari media massa untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu.

L.Teori Media (Medium Theory)
Marshall McLuhan dan Harold Innis adalah dua orang peneliti yang seringkali diasosiasikan dengan teori media. Teori media dicetus oleh Marshall McLuhan (1964) yang menyatakan bahwa medium is the message atau media adalah pesan.

Pernyataan ini menekankan pada bagaimana media komunikasi berbeda tidak hanya dalam terminologi isi tetapi juga pada bagaimana mereka dibangun dan disalurkan melalui pikiran dan rasa. Ia membedakan media dengan proses kognitif. Ide McLuhan yang paling terkenal adalah saluran sebagai kekuatan dominan yang harus dipahami untuk mengetahui bagaimana media mempengaruhi masyarakat dan budaya.

Teori media menitikberatkan pada karaketristik media itu sendiri lebih dari sekedar apa yang dikirimkan atau bagaimana suatu informasi diterima. Dalam teori media, sebuah media tidaklah sesederhana sebuah surat kabar, internet sebagai media informasi, kamera digital dan sebagainya. Lebih dari itu, media merupakan lingkungan simbolis dari beberapa tindakan komunikatif.

Di sisi lain, media sebagai bagian dari pesan apapun yang dikirimkan, memiliki dampak bagi setiap individu dan masyarakat. Tesis McLuhan menyatakan bahwa orang-orang beradaptasi terhadap lingkungannya melalui berbagai macam keseimbangan atau rasio indrawi, dan media saat ini utamanya membawa sebuah rasio inderawi yang mempengaruhi persepsi.

M.Teori Kekayaan Media (Media Richness Theory)
Teori yang dianggap sangat mempengaruhi teori media paling tidak untuk media baru adalah teori kekayaan media yang dicetuskan oleh Richard Daft dan Robert Lengel dalam sebuah artikel tahun 1986. Teori kekayaan media didasarkan pada teori kontingensi dan teori proses informasi yang dicetuskan oleh Galbraith (1977).

Dua asumsi utama dari teori kekayaan media adalah orang-orang menginginkan dapat mengatasi ketidakpastian dalam organisasi serta keberagaman media yang secara umum digunakan dalam sebuah organisasi kerja lebih baik untuk menyelesaikan tugas dibandingkan yang lain.

Dengan menggunakan empat macam kriteria, Daft dan Lengel menyajikan hierarki kekayaan media yang diawali dari tingkat kekayaan yang tinggi ke tingkat kekayaan yang lebih rendah untuk mengilustrasikan kapasitas berbagai tipe media terhadap proses komunikasi dalam organisasi. Kriteria tersebut adalah ketersediaan umpan balik yang segera, kapasitas media untuk mentransmisikan berbagai petunjuk seperti bahasa tubuh, intonasi suara dan infleksi, penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, dan fokus personal terhadap media.

Komunikasi tatap muka adalah media komunikasi yang paling kaya dalam sebuah hierarki diikuti berikutnya oleh telepon, surat elektronik, surat, catatan, memo, laporan khusus dan flyer serta bulletin. Dilihat dari perspektif strategi manajemen, teori kekayaan media berpendapat bahwa manajer dapat melakukan beberapa improvisasi dalam penampilan dengan menyesuaikan karakteristik media dengan karakteristik tugas.

N.Teori Konsistensi (Consistency Theories)
Festinger memformulasikan teori konsistensi yang membicarakan tentang kebutuhan orang-orang untuk konsisten terhadap keyakinan dan penilaian yang dimiliki. Dalam rangka untuk mengurangi disonansi yang dibentuk oleh inkonsistensi dalam kepercayaan, penilaian, dan tindakan, orang akan mengekspos dirinya dengan beragam informasi yang konsisten dengan ide dan tindakan mereka serta menutup bentuk-bentuk komunikasi lain.

O.Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations Theory)
Teori yang digagas oleh Bryce Ryan dan Neil Gross (1943) menitikberatkan pada proses dimana sebuah ide baru dikomunikasikan melalui beragam saluran komunikasi diantara anggota suatu sistem sosial. Model ini menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pikiran serta tindakan orang-orang serta proses mengadopsi sebuah teknologi atau ide baru.


1.3 Perkembangan Media Relation Di Indonesia

Di masa sekarang ini era media baru, media sosial tidak dapat dilepaskan dari kehidupan publik. Media sosial secara perlahan dan pasti akan menjadi salah satu hal yang penting bagi aktivitas publik, baik dalam memenuhi gaya hidup maupun sebagai penunjang dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan.  Bagi praktisi PR tentu sudah jelas bahwa keberadaan media sosial sangat sangat membantu dan menjadi alat yang vital dalam membangun komunikasi perusahaan.  Kampanye komunikasi melalui media sosial haruslah dilakukan se-efektif mungkin untuk mencapai berbagai lapisan publik.  Indonesia memiliki berbagai segmentasi publik dengan kehidupan masyarakatnya yang sangat heterogen.Beragam upaya dapat dilakukan PR untuk meningkatkan citra positif perusahaan, mengingat begitu besarnya pengguna media sosial bagi Indonesia maupun seluruh dunia.banyaknya pengguna media sosial menjadi selling poin yang cukup menguntungkan bagi praktisi PR yang menjadi corong utama komunikasi perusahaan untuk membangun brand saling pengertian dengan publiknya secara intensif, secara luas, dan lebih emosional, sehingga tujuan yang hendak diinginkan dapat tercapai.  Dengan menggunakan media sosial, PR dapat menyampaikan dan menyebarkan informasi dengan lebih mudah dan luas.


0 komentar:

Posting Komentar